Beberapa di antara kita mungkin pernah mengalami masa transisi atau masa awal GKI (khususnya GKI Pamulang) melakukan Ibadah Kamis Putih atau Ibadah Rabu Abu. Banyak pendapat yang berkembang saat itu dan yang paling populer adalah “GKI kok mulai mirip sama Katolik?”
Ada sebuah cerita tentang keluarga kecil peternak ayam yang beranggotakan Ayah, Ibu, dan 2 (dua) anak mereka yang kebetulan kembar. Sebut saja nama anak ini adalah Ina dan Ani. Sejak kecil hingga beranjak dewasa, mereka berdua mendapatkan pelajaran dari Ayahnya tentang bagaimana memelihara dan berternak ayam. Ina dan Ani memutuskan untuk membangun bisnis bersama, bisnis peternakan ayam di desa mereka. Bisnis mereka sukses dan memiliki banyak karyawan. Namun, dalam perjalanannya, Ani tidak suka dengan beberapa kebijakan Ina yang begitu kasar terhadap karyawan-karyawannya.
Jika ada karyawan yang salah dalam pekerjaannya, tidak segan-segan Ina bisa langsung memecat orang tersebut. Akhirnya, Ani dengan berani protes dan menyuarakan pendapatnya, serta memilih untuk meninggalkan bisnis yang sudah mereka bangun bersama itu. Ani berangkat merantau ke kota dengan harapan bisa mendapatkan pekerjaan yang lain di sana. Namun, waktu berlalu dan karena Ani tidak mempunyai pemahaman apapun selain berternak ayam, Ani akhirnya memutuskan untuk berternak ayam juga di kota.
Tentunya kota dan desa banyak perbedaannya; perbedaan peralatan, ada yang lebih canggih, ada yang lebih efisien, tetapi juga banyak peralatan yang lebih mahal ketimbang di desa dulu. Setelah cukup lama membuka bisnis peternakan ayam di kota, Ani pun dapat dikatakan sukses juga dan yang terpenting adalah dia begitu dekat dengan karyawan-karyawannya. Satu hal yang tidak bisa dia lakukan ketika masih berbisnis dengan Ina. Tetapi secara prinsip, Ina dan Ani menjalankan bisnis peternakan ayam yang serupa tapi tak sama; karena mereka berasal dari satu ‘perguruan’ yang sama, yaitu ayah mereka sendiri.
Inilah yang terjadi pada gereja Kristen. Pada tahun 1517, Martin Luther mempelopori reformasi gereja pada saat itu. Luther mengeuarkan 95 tesis yang berisikan protes terhadap konsep pengampunan dosa (indulgensi) yang dilaksanakan oleh Paus. Singkat cerita, akhirnya terbentuklah Kristen Protestan (reformasi) yang kita anut saat ini. Apakah dengan berpisahnya Kristen Protestan dari Katolik kemudian kita tidak lagi mengakui ‘semua’ yang selama ini dilakukan Gereja? Apakah Luther turut menentang dilaksanakannya Ibadah Rabu Abu, Kamis Putih, atau Sabtu Sunyi? Nampaknya tidak demikian ya.
Seperti Ina dan Ani, gereja Kristen Protestan dan Kristen Katolik itu serupa tapi tak sama. Keduanya memiliki Ayah yang sama yaitu Kristus Yesus sebagai kepala gereja. Ilmu dan pengetahuan yang didapatkan juga serupa, yakni bersumber dari Alkitab. Hanya teknis pelaksanaan dan beberapa detail yang dapat dirasakan berbeda antara Kristen Protestan dan Kristen Katolik.
Lalu, sebagai umat Kristen Protestan (atau lebih khusus GKI) saat ini, bagaimana kita menghayati Tri Hari Suci ini?
- Kamis Putih
Ini adalah momen pengenangan peristiwa Yesus bersama dengan para murid yang melakukan perjamuan terakhir (bdk. Mat, Mrk, Luk). Dalam Kamis Putih juga kita mengenang peristiwa pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus kepada para murid (bdk. Yoh). Di momen ini, kita seharusnya merefleksikan setiap ajaran dan keteladanan yang diberikan oleh Tuhan Yesus dalam hidup ini.
2. Jumat Agung
Dalam Jumat Agung, kita diajak kembali untuk mengenang Yesus yang diadili, disiksa, disalibkan, hingga mati di atas kayu salib. Inilah bukti betapa Allah begitu mengasihi seluruh ciptaan-Nya. Kita seharusnya melakukan penyesalan atas setiap dosa yang kita lakukan dan menerima keselamatan yang datangnya hanya dari Allah semata.
3. Sabtu Sunyi
Pada hari Sabtu, kita mengenang momen di mana para murid kehilangan arah. Mereka panik dan tidak tahu harus melakukan apa setelah melihat Guru mereka mati di kayu salib. Akhirnya mereka bersembunyi dan tidak berani keluar. Dalam keheningan, kita bisa merefleksikan kembali makna dan tujuan hidup kita di dunia ini dengan tetap mengimani bahwa Yesus telah bangkit dan akan datang kembali untuk kedua kalinya ke dunia.
Puncak dari Tri Hari Suci adalah di Minggu Paskah, di mana dalam momen itu Yesus bangkit dari kematian.
Setiap Hari Raya Gerejawi di sepanjang tahun pastinya memiliki makna dan artinya masing-masing. Semoga dengan berkembangnya teknologi informasi, kita bisa semakin mudah lagi memahami apa yang hendak di sampaikan dalam hari-hari gerejawi. Kiranya Tuhan yang memampukan kita merefleksikan ibadah-ibadah tersebut dalam kehidupan kita setiap hari.
Ecclesia Reformata Semper Reformanda
Jakarta Barat, 3 April 2023
Jeremy Sitindjak, S.Fil
Leave a reply