Seminar “OKULTISME – Sikap Teologis Yang Harus Dimiliki” telah diadakan pada tanggal 27 Mei 2023, di ruang Pniel GKI Pamulang. Seminar diawali dengan doa dan kata pembuka oleh bu Pdt iswari Setyanti,”Bagaimana kita dilengkapi mengenai okultisme. Kita harus belajar hal ini supaya bisa menghadapinya”. Lalu disambung dengan pujian dari Komisi Usia Lanjut dengan kombinasi alat musik angklung, dengan pujian dari NKB 195, Kendati Hidupku Tentram.

Moderator acara dibawakan oleh Bp. Pdt. Rahmat Basukendra, membacakan sekilas tentang pembicara Pdt. Asigor P. Sitanggang, Th. D yang adalah dosen tetap di STFT Jakarta, yang telah menyelesaikan studi S3 nya di University of Göttingen, Göttingen, Jerman pada tahun 2015.

1. Okultisme perlu disampaikan, baik dalam studi teologi maupun jemaat, karena ini bagian dari karunia Roh dalam menghadapi kuasa jahat dan hal-hal yang dianggap takhayul dan tersembunyi. Dan sebagai ilmu, untuk dapat memberikan penjelasan sesuai terang Firman Tuhan, dan dapat membedakan perbedaan antara yang fisik/materi maupun yang rohani/tak terlihat.
2. Gereja-gereja pada masa lalu sudah ada menjalankan praktek atau bersinggingan dengan okultisme, seperti beberapa dilakukan oleh imam-imam othodoks. Tapi pada masa Reformasi, khususnya oleh kaum calvinis, beberapa disingkirkan benda-benda “rohani” dari dalam Gereja, yang dianggap sebagai praktek okultisme dan eksorsisme. Hal ini dinilai sebagai “desakralisasi”. Sehingga tidak heran gereja-gereja Reformasi jauh dari hal-hal yang sifatnya Occult.
3. Pada masa era rasionalisme, segala sesuatu yang berkaitan “kejiwaan” atau yang menyentuh hal-hal yang sulit diketahui secara fisik, mesti di-logika-kan-kan. Misalnya, jika ada yang mengalami pengalaman spiritual dan adi kodrati, maka yang bersangkutan diarahkan pada pakar psikologipsikologi atau pada hal-hal yang bisa dijelaskan secara rasional.
4. Materialisme, menegaskan bahwa segala sesuatunya terjadi karena sebab akibat dari materi. Hal ini mengarah dan menguatkan teori evolusi. Meski narasumber sendiri pada batas-batas tertentu dapat menerima ini tetapi dalam kerangka evolusi-theistik; evolusi dalam bingkai karya Allah. Pada pemahaman materialisme ini memengaruhi manusia untuk tidak lebih percaya pada hal-hal yang bersifat supranatural atau rohani. Cerita-cerita di luar dari sifat manusiawi dianggap dongeng.
5. Dalam Alkitab menyinggung soal hal-hal yang sifatnya supranatural atau adikodrati, seperti roh-roh, perbandingan antara PL dan PB ternyata lebih banyak di PB. Ini perlu untuk lebih memahami secara sintaksis dari kosakata dalam beberapa bacaan tersebut.
6. Kondisi psikologis potensial untuk mengalami kerasukan; rasa cemas, imajinasi tinggi, tekanan masalah yang amat kuat. Kondisi ini juga bisa membuwanya pada hal-hal yang nyata dari yang sebenarnya tidak nyata; berhalunisasi. Misalnya, apa-apa dianggap ada setan atau gangguan dari luar. Juga karena masalah kesehatan fisik maupun mental.
7. Jiwa yang retak juga memengaruhi orang bisa kerasukan dan mengalami kesurupan. Ini harus dituntaskan dengan pelayanan holistik.
8. Hal-hal praktis dalam menangani orang yang kesurupan atau kerasukan adalah tetap tenang, lihat matanya (bergerak atau tidak) yang menunjukkan apakah dia dalam gangguan roh atau tidak. Lihat juga apakah ini kasus berbulan-bulan atai sekali dia kali itu. Jangan apa-apa karena eksorsisme.


Puji Tuhan antusias peserta dihadiri oleh 94 orang. Setelah semua materi disampaikan, lalu diberikan kesempatan kepada beberapa orang yang ingin bertanya dan dibagi dalam beberapa sesi tanya-jawab. Sesi tanya-jawab merupakan bagian yang tidak kalah seru, banyak pertanyaan yang disampaikan oleh peserta, sampai akhirnya sesi ini pun harus ditutup, berhubungan dengan durasi acara dan ada jadwal lain yang harus dilakukan oleh narasumber. [PA]
Leave a reply