Kedatangan orang-orang Majus dari Timur menunjukkan ada keterlibatan orang-orang asing (bukan Yahudi) dalam kesukaan bagi yang terus berharap akan kelahiran Sang Juruselamat (ay.1). Keselamatan Tuhan untuk seisi dunia, bukan hanya dalam lingkup Israel, tetapi lingkup yang sangat luas, yakni seluruh ciptaan Tuhan. Orang-orang Majus adalah cerdik pandai, bukan orang-orang bodoh atau tidak tahu apa-apa, tetapi mereka mau sujud menyembah Sang Juruselamat. Kecakapan mereka terbukti dengan tidak kembali ke Yerusalem atau ke Herodes (ay.8), yang sebenarnya memiliki niat jahat, tetapi pergi melalui jalan lain (ay.12) agar keberadaan Yesus tidak diketahui raja tersebut.
Kedatangan Sang Juruselamat bukan saja diwarnai sukacita dari orang-orang terdekat (yang berada di Betlehem), maupun dari orang-orang yang jauh (orang-orang Majus dari Timur), tetapi juga diwarnai oleh kedengkian, kebencian, keculasan dan niat jahat, sebagaimana ditunjukkan oleh raja Herodes (ay.3). Dan ini juga mengarahkan pada kesiapan kita sebagai umat Tuhan yang harus tetap teguh dan setia dalam iman yang menantikan kedatangan Tuhan kembali, meski tanda-tanda yang menyertai kedatangan-Nya juga berupa bencana, perang dan penderitaan lainnya.
Bahwa kedatangan Tuhan sebagai penebus dosa manusia sudah dinubuatkan. Nubuat itu tergenapi dengan kelahiran-Nya sebagai manusia di Betlehem (ay.6-7). Inkarnasi Allah, yakni DIA yang Mahatinggi, yang tak terbatas, menjadi manusia (daging) hidup dalam dunia profan, dunia yang rentan dan terbatas. Kehadiran-Nya menjadi berita anugerah yang nyata bagi orang-orang yang penuh pengharapan akan penebusan Tuhan.
Kedatangan Sang Juruselamat ini pun disertai fenomena cakrawala yang ajaib, yakni dengan adanya bintang yang menuntun orang-orang Majus itu (ay.2, 9-10). Ini memberikan makna bahwa yang menandai kedatangan Sang Juruselamat bukan saja reaksi dari berbagai watak manusia dan perilakunya, tetapi juga keajaiban alam. Hal itu menunjukkan bahwa Sang Juruselamat memang sosok yang berkuasa atas segala apa yang diciptakan Allah.
Secakap, sebijaksana dan seberkuasa apapun hidup kemanusiaan kita, mestilah menginsyafi bahwa yang paling berkuasa adalah Tuhan Yesus, Sang Juruselamat. Orang-orang Majus itu adalah orang-orang yang mewakili kecakapan, kebijaksanaan, dan kekuasaan/kekayaan. Mereka mau bersujud pada Yesus (ay.11), yang bahkan memberikan persembahan dari barang yang mahal.
Orang-orang Majus ini telah mendahului kita dalam perjalanan pulang melalui jalan lain. Mengapa mendahului kita? Ya, karena sejatinya kita pun sedang dalam perjalanan menuju pulang. Tetapi masih banyak berjalan di tempat, berjalan mundur, berjalan serong menuju kebinasaan atau tersesat di jalan. Orang-orang Majus ini telah memberikan teladan bagaimana mereka peka menangkap maksud Tuhan. Pergi dan pulang adalah hal yang biasa dalam perjalanan. Yang berbeda adalah tidak terbiasa dalam melakukan perjalanan dan berjalan dengan atau tanpa tuntunan.
Orang-orang Majus itu biasa melakukan perjalanan. Tetapi kala itu mereka harus mengikuti tuntunan. Bintang sebagai tanda, di mana mereka berjumpa dengan bayi Yesus, dan pesan Tuhan yang mengarahkan mereka menjejaki jalan lain, yakni jalan yang bukan menuju kepada kejahatan. Jalan mereka adalah jalan yang membawa kesempatan pada Keluarga Kudus mengikuti rencana Allah. Cukup waktu bagi keluarga ini mempersiapkan jalan bagi Sang Anak mengenali kehidupan dunia ini, selayaknya kehidupan manusia yang akan Dia tebus.
Natal sebagai idiom semangat, gerakan, tekad dan masa yang mengingatkan kembali kepada kita untuk melakukan perjalanan sesuai dengan tuntunan Tuhan. Natal adalah titik nol dari pemberangkatan kita untuk pulang menuju ke kekalan. Jalan tersebut seperti lintasan lain dari apa yang hasrat dunia tawarkan. Tetapi kehendak Tuhan berbeda, yakni bagaimana kita yang masih di dunia ini melalui jalan yang Dia kehendaki. Dalam proses perjalanan itulah kita menemukan Sang Jalan. Kita menuju pulang melalui Diri-Nya, yakni Sang Jalan itu sendiri. Perjalanan kita dimulai dari Diri-Nya sendiri dan berakhir pada-Nya juga. Itulah Natal! Dari Natal kita memulai perjalanan menuju pulang. Melalui jalan yang lain, bukan jalan yang biasa dunia tawarkan, tetapi yang Tuhan sediakan. Memulai dengan membuka hati menerima kehadiran Yesus yang “lahir dalam hidup kita”, menjalani setiap perjalanan hidup dengan ajaran cinta kasih-Nya, dan mengakhiri perjalanan dengan iman yang setia kepada-Nya.
Natal akan dan terus mengingatkan kita pada Sang Jalan, dimulai dari kelahiran-Nya sebagai manusia sampai kematian dan kebangkitan-Nya. Dan ketika kita melintasi Jalan itu, kita harus siap menghadapi berbagai tantangan. Seperti halnya Sang Jalan menghadapi tantangan dunia ini untuk menebus manusia, maka kita harus teguh menegakkan keadilan, membuka kedok kemunafikan, menjadi sahabat bagi yang tersisih dan terbuang, dan membangun komunitas para musafir yang mencintai ajaran Tuhan. Hidup penuh syukur dan sukacita dalam kasih karunia-Nya adalah keniscayaan bagi para musafir yang tetap berjalan di tengah perjalanan.
Semangat dan motivasi orang-orang Majus menjadi teladan bagi kita: bagaimana menyembah dan memberi “persembahan yang harum” kepada Sang Juruselamat. Ini adalah motivasi dari para musafir yang masih berjalan menuju pulang; pulang ke Rumah Bapa dalam Kota-Nya Yang Kudus. Jika konteks masa lalu orang-orang Majus membawa barang-barang bernilai mahal, maka dalam konteks kita kini menyembah-Nya dengan membawa diri kita sendiri sebagai persembahan yang harum, itulah “harta” yang mahal. Kita memberikan segenap hati dan pikiran kita seutuhnya kepada-Nya sebagai harta yang mahal, harta yang bernilai dan berharga. Nilai itu nampak dalam “ketulusan, kerendahan hati dan kejujuran”. Nilai seperti inilah yang kerap jauh dalam kemanusiaan kita. Tetapi sebagai umat Tuhan, hal itu tetap harus diperjuangkan dengan membawa nilai-nilai tersebut jika kita sungguh-sungguh menyembah dan mau tetap hidup di dalam-Nya.
Selamat Natal, selamat melalui “jalan lain” yang diperintahkan Tuhan untuk pulang!
(Pdt. R. Basukendra)
Leave a reply