“Lilin adalah salah satu simbol yang paling biasa ditemui dalam liturgi gereja”
Dalam Masa Natal dan Paskah, lilin sudah akrab dalam mewarnai simbol di setiap ibadah. Baik diarak dalam bagian prosesi atau sudah tersedia di altar untuk dihidupkan atau dimatikan.
Pertanyaannya, apa arti dari semua tindakan terhadap lilin tersebut?
Bila lilin menjadi simbol semangat berkurban dan hidup yang mau berbagi, mengapa perlu dtperlihatkan kapan ia dihidupkan atau dimatikan? Di sinilah perlunya kita hendak mengekspresikan Iman kita lewat simbol sebagal sebuah pengakuan akan keberadaan yang secara sadar hadir dalam lbadah umat yang akan terus dilanjutkan dalam ibadah keseharian lewat perilaku kita.
Simbol yang sering digunakan dalam masa raya, baik Paskah atau pun Natal adalah lilin. Memasuki Masa Raya Paskah ini, lilin yang digunakan berbeda dengan lilin di Advent Natal. Lilin yang digunakan berwama ungu (beberapa gereja Katolik dan Protestan ada juga memakal 5 warna ungu dan 1 warna pink di Minggu Pra Paskah keempat) dan berjumlah 6 (Minggu Pra Paskah 1 sampai Minggu Sengsara atau Minggu Palmarum). Bila di Minggu-minggu Adven lilin dinyalakan satu per satu setiap minggunya, di Minggu-minggu Pra Paskah maka lilin yang masih bernyawa dimatikan. Bukan hendak memberikan suasana suram atau tidak memberikan suasana terang dan sukacita, melainkan hendak memberikan makna dan penghayatan mendalam akan karya-layan Tuhan Yesus di dunia sebagai Guru dan Abdi Misi Allah sampai pada pengurbanan dan kematian-Nya demi terbebasnya manusia dari kuasa maut. Lilin yang dipadamkan sebagai tanda bahwa kita mau melihat, mendengar dan merasakan pergumulan Sang Putra Allah selama di dunia manghadapi kekejaman dan kemunafikan manusia melalui Bacaan atau Leksionari Minggu dalam lbadah Umat Tetapi juga menyaksikan betapa Tuhan berbelaskasihan kepada manusia yang rendah hati dan sederhana, yang senantiasa berharap dan mengandalkan kuasa Tuhan.

Lilin-lilin di Minggu-minggu Pra Paskah telah menyala sebelum ibadah dimulai. Namun, di tiap minggu sampal memasuki Triduum, cahayanya akan perlahan meredup gelap, karena kita sedang menuturkan kembali pengkhianatan atas sang Mesias melalui sengsaraNya sampai pada kematian-Nya. Dan keenam lilin tersebut tidak sekedar dipadamkan, namun dimaknai ulang setlap minggunya.
Inilah siklus liturgi Masa Raya Paskah. Siklus itu akan berubah dari terang menjadi gelap, dan kembali terang. Dari terang Masa Raya Natal-Epifani, yang dimulai dengan Minggu-minggu Adven dan berakhir di Minggu Epifani, sampai peredupan lilin di Minggu-minggu Pra Paskah sampai gelap di Jumat Agung, dan akan kembali terang pada Minggu – minggu Paskah, yang dimulai pada Hari Kebangkitan Tuhan di Minggu Paskah Pertama. “Dari dalam gelap akan terbit terang!” (2 Korintus 6:4).
Di sinilah kita melihat dengan terang perjalanan hidup dari Sang Teladan Agung, Yesus Kristus, Tuhan kita, agar kita pun meneladani hidup-Nya di muka bumi ini. Tidak ada kemuliaan pada kita tanpa melewati dan menjalani dengan setia jalan salib; jalan derita yang ditapaki dalam iman percaya pada Tuhan.
(RBK)

Selamat menikmati perjalanan Paskah 2025 bersama Tuhap kita Yesus Kristus.
Leave a reply