Jika suatu ketika ada kecelakaan persis di depan rumah. Saat hendak menolong korban, apakah kita mesti bertanya dahulu, apa agama sang korban? Bila sama, kita berkewajiban menolongnya. Tapi bila tidak, apakah kita tidak wajib menolongnya? Atau ketika menjelang hari besar, kita mendata masyarakat tidak mampu calon penerima bantuan sembako. Namun, kita hanya memasukkan nama-nama yang cara beribadahnya sama dengan kita. Sementara ada tetangga yang tidak mampu dan tinggalnya hanya selemparan batu dari kita – tapi memiliki keyakinan berbeda – tidak kita perhitungkan. Situasi seperti itu bukan hanya dongeng, namun masih kita terjadi di sekitar kita.
Sikap intolerasi dan eklusivisme ini sudah ada sejak ribuan tahun lalu, ini terjadi pada Joshua. Ketika Musa mengumpulkan tujuh puluh tua-tua di sekitar kemah Pertemuan, ada 2 orang bernama: Eldad dan Medad, yang tidak ikut serta. Namun, saat para tua-tua di kemah menerima kuasa roh kudus Allah dan berbicara layaknya nabi, ke-2 orang itu juga mengalaminya, sehingga Joshua meminta Musa mencegah itu (Bil. 11:28). Joshua menganggap hanya orang-orang yang ada di kemah Pertemuan yang memiliki hak untuk menerima kepenuhan Roh Kudus. Namun, Musa tidak mengindahkannya, malah Musa bersyukur kalau semua umat Tuhan diberi Roh-Nya.
Leave a reply